SEKILAS INFO
: - Selasa, 22-10-2024
  • 2 tahun yang lalu / Telah dibuka Pendaftaran Peserta Didik Baru Tahun Ajaran 2022/2023. Informasi lebih lanjut hubungi nomor di bagian pengumuman PPDB
  • 4 tahun yang lalu / Selamat Datang Di Website SMK Muhammadiyah Minggir
  • 4 tahun yang lalu / Terwujudnya lembaga pendidikan yang agamis, kompeten ,unggul dan Berbudaya

Oleh : Lisa Handayani ( alumni SMK Muh Minggir)

Malam itu hujan turun sangat lebat, hingga burung-burung malam tak dapat terbang mencari makan. Burung hantu yang biasanya bersandar didepan rumahpun tak terlihat. Pokoknya malam itu terasa sangat berbeda. Di keadaan malam yang sangat menakutkan ini,ada seorang wanita bernama Sumi. Wanita itu sedang hamil tua dan dia sedang duduk di teras rumahnya. Namun tiba-tiba saja ia merasa kalau bayi yang ada dalam rahimnya akan segera lahir. Sumi pun berteriak minta tolong namun tak ada seorangpun yang mendengar teriakannya.
“Toolongggg…….” . teriak Sumi kesakitan . Tak berapa lama kemudian datanglah salah satu tetangganya yaitu bik Umi. Namun ketika bik Umi datang ia kaget, karena Sumi tergeletak lemah di lantai. Dengan sekuat tenaga, bik Umi menolong Sumi dan membaringkannya di kamar tidur. Bik Umi tahu kalau Sumi akan segera melahirkan. Maka dari itu dengan bergegas ia menyiapkan semua perlengkapan untuk melahirkan. Disaat bik Umi sedang berusaha menolong Sumi , tiba-tiba saja hujan dan angin semakin marah seakan-akan rumah gubuk tempat tinggal Sumi terasa ingin runtuh. Akan tetapi bik Umi tidak akan memikirkan keadaan di luar, yang terpenting baginya adalah Sumi dan bayinya bisa selamat. Tak berapa lama kemudian akhirnya lahirlah seorang bayi perempuan yang sangat cantik dan diwajahnya terdapat tanda lahir. Sumi dan bik Umi pun tersenyum bahagia karena bayinya sehat dan Sumi pun juga sehat.
“Lihat nak!, lihat bayimu sehat!”
“Ya Bik”
“ Ya sudah bibik mandikan dulu ya nanti kalau sudah selesai bibik bawa ke sini lagi”
“Ya trimakasih bik”
Dan akhirnya bik Umi pun pergi dan membawa bayi perempuan itu ke kamar mandi untuk dimandikan. Di dalam kamar mandi bik Umi tersenyum sendiri sembari membasuh seluruh badan bayi yang belum diberi nama itu.
“Wah, kamu ayu tenan ya nok, simbok jadi iri sama kamu” puji bik Umi
Tak berapa lama akhirnya bik Umi pun telah selesai memandikan bayi perempuan itu dan membawanya ke kamar Sumi. Sumi yang telah menunggu-nunggu bayinya tak sabar ingin segera menggendong. Ia langsung memberi nama yang bagus untuk anak pertamanya tersebut.
“ Bik” panggil Sumi
“Iya ada apa nak?” tanya bik Umi
“Eemmm… saya mau memberi nama yang bagus untuk anak saya Bik”
“O ya? Memang kalau bibik boleh tau, siapa namanya?”tanya bik Umi lagi penasanaran.
“Rani Maharani, yah itulah namanya” jawab Sumi
“Wah bagus betul namanya, kalau itu bibik setuju. Eh tapi kapan suamimu pulang dari kota?”
Sumi pun terdiam sejenak, kemudian tersenyum sembari menatap Rani.
“Entahlah Bik, aku juga belum tau kapan mas Prasetya pulang”
“O ya sudah, bibik akan rawat kamu sampai suamimu pulang ya?”
“ Ya Bik terima kasih”
Lima hari telah berlalu dan kondisi Sumi pun semakin lama semakin membaik. Akan tetapi entah mengapa Sumi terlihat melamun dan tak memiliki gairah untuk hidup. Bik Umi yang melihat Sumi pun langsung menegurnya.
“ Kamu kenapa to cah ayu?” tanya bik Umi lembut.
“Nggak ada apa apa kok bik, aku cuma capek aja” jawab Sumi
“E.. Nggak ada apa kok melamun gitu to?. Ndak baik lho sore-sore ngelamun bawa anak kecil lagi”
“Bener kok bik nggak ada apa-apa”
“Ya sudah, kalau gak ada apa-apa, sini biar bibik yang mandiin anak kamu dulu. Kalau nanti-nanti keburu dingin.”
“Yah”
Dan akhirnyya bik Umi pun membawa Rani ke belakang untuk memandikannya. Akan tetapi ketika bik Umi sedang asyik memandikan Rani tiba-tiba saja Sumi bergegas membereskan semua baju-bajunya dan menaruhnya ke dalam koper. Tanpa berpamitan pada bik Umi Sumi pun bergegas pergi dan hanya meninggalkan sepucuk surat untuk bik Umi dan suaminya. Dengan berat hati Sumi pun meninggalkan rumahnya.
“Maafkan saya bik maafkan ibu sayang, dan maafkan aku mas. Aku sayang kalian berdua, tapi ibu harus pergi, pergi jauh”
Dan akhirnya Sumi pun pergi meninggalkan Rani dan bik Umi. Tak lama kemudian bik Umi yang telah selesai memandikan Rani, membawa Rani ke kamar Sumi untuk memakaikan bajunya. Namun ketika bik Umi baru sampai pintu kamar, ia terkejut karena semua isi lemari kosong. Dan pintunya pun dalam keadaan terbuka.. Tanpa pikir panjang bik Umi pun langsung menbaringkan Rani di artas kasur dan berlari keluar. Namun sesampainya di luar ia tak mendapati Sumi. Dengan gundahnya bik Umi kembali ke dalam dan menggendong Rani.
Ditatapnya mata Rani, dipeluknya tubuh Rani erat-erat sembari menghapus air matanya yang terus menetes. Seolah tak percaya kalau Sumi telah pergi meninggalkan anaknya yang baru berumur lima hari. Ketika bik Umi sedang memeluk Rani, tiba-tiba bik Umi melihat sepucuk surat yang diletakkan diatas meja dekat jendela kamar. Dengan seksama dia membaca isi surat tersebut. Dan ternyata surat tersebut menjelaskan kalau Sumi telah pergi, pergi meninggalkan anak dan suaminya. Dalam hati bik Umi berjanji akan merawat Rani hingga dewasa.
Satu bulan telah berlalu dan akhirnya Prasetyo ayah Rani pulang dari kota. Namun alangkah terkejutnya ia karena yang menyambut kedatangannya bukan Sumi istri tercintanya melainkan bik Umi tetangganya.
“Lho bik, Sumi mana?” tanya Pras heran
“Ehh… lebih baik kamu duduk dulu ya, nanti setelah kamu selesai istirahat bibik akan menceritakannya” jawab bik Umi
“Ya bik”
Tanpa pikir panjang, Prasetya pun langsung melepas sepatu dan berbaring di kamar tidurnya. Karena merasa lelah Prasetya pun tertidur lelap. Bik Umi yang tak tega melihat keadaan ini hanya bias menggeleng-gelengkan kepala saja, tanpa tahu apa yang harus ia perbuat. Waktu terus berlalu dan Prasetya pun terbangun dari mimpinya. Ketika ia sedang duduk diatas tempat tidur, tiba-tiba saja ia kembali teringat dengan istrinya, dengan gesitnya ia berdiri dan langsung menemui bik Umi yang sedang asyik menggendong Rani.
“Bik” sapanya lembut
“Ya ada apa nak?”
“Sumi kemana ya Bik?, dan bayi itu anak siapa?”
“Ehh..ini…eh.. ini anak kamu Pras”
“Apa? Yang benar Bik?”
“Iya “
“Ini anakku?, wah cantik betul dia, mirip seperti ibunya, lalu namanya siapa? dan dimana istriku Sumi Bik?”
“Sebelumnya Bibik mau minta maaf sama kamu nak”
“Lho kenapa minta maaf Bik?”
“Yak karena Bibik tak bisa menjaga istrimu”
“Maksud Bibik apa ? saya tidak mengerti”
“Emmm dulu sekitar sebulan yang lalu istrimu menitipkan sepucuk surat ini untukmu dan anakmu”
“Ha…? Sepucuk surat?”
“Ya sebentar Bibik ambilkan ya?”
Bik Umi pun masuk kedalam dan mengambilkan sepucuk surat yang terakhir yang ditulis oleh Sumi untuk suaminya tersebut.
“Ini nak suratnya”
“Ya”
Suasana menjadi tenang, dan prasetya pun mulai serius membaca surat dari istrinya tersebut. Tiba-tiba saja ia menarik nafas panjang dan melepasnya. Keadaan menjadi tegang.
“Jadi Sumi sudah pergi?” sahut Prasetya tak percaya.
“Ya Sumi telah pergi. Tapi dia telah menitipkan Rani pada bibik. Dan Rani adalah anak kandungmu”
Setelah Prasetya tahu kalau bayi yang digendong bik Umi adalah anaknya , maka ia langsung menggendong dan memeluk tubuh Rani yang masih bayi itu. Dalam hati Prasetya berjanji akan menjaga dan merawat Rani hingga besar nanti.
Waktu terus berjalan, hari demi hari telah berlalu dan Rani pun tumbuh menjadi anak kecil yang cantik. Namun meski demikian Prasetya belum mau menceritakan keberadaan ibu Rani yang sebenarnya, meski kadang Rani menanyakan keberadaan ibu kandungnya. Enam tahun sudah Prasetya menemani Rani di desa. Prasetya berencana untuk kembali bekerja di kota dan mengajak Rani tinggal di kota. Mereka pun akhirnya berpamitan dengan bik Umi.
“Bik, saya mau pamit”
“Kemana?” Tanya bik Umi
“Saya mau mengajak Rani tinggal di kota dan saya mau mengucapkan banyak terima kasih karena bik Umi selama ini sudah merawat Rani dengan baik”
“Ya sama-sama nak, bik Umi hanya bisa mendoakan agar kalian bisa selamat di manapun kalian berada.”
“Terimakasih Bik, kalau gitu saya pamit dulu”
Akhirnya Prasetya pun membawa Rani ke kota. Sehari semalam sudah mereka lalui dan akhirnya mereka pun sampai di tempat tujuan mereka.
“Nah sayang kita sudah sampai sekarang, ini rumah baru kita”
“Ya Pak.”
Di kota Rani bisa mendapatkan semuanya, namun hanya satu Yang tidak ia dapatkan yaitu kasih sayang dari seorang ibu. Karena sejak kecil ia telah ditinggal ibunya. Namun Rani tak sedikitpun merasa benci pada ibunya, bahkan dia berniat untuk mencari sang ibu. Ia mendambakan bertemu dengan ibunya sehingga mereka dapat hidup bersama dengan penuh kasih sayang.
Tak terasa waktu terus berjalan , dan Rani pun tumbuh menjadi gadis yang dewasa. Tekad Rani pun semakin kuat untuk mencari ibunya walau ia tak tahu ibunya sedang berada di mana. Hingga pada suatu saat ayahnya pamit untuk pergi ke Kalimantan. Rani pun merasa amat sedih, namun ia tahu ayahnya bekerja juga untuk kebahagiaan dirinya. Sebelum pergi Prasetyo mengajak bik Umi pindah ke kota untuk mnemani Rani selama kepergiannya ke Kalimantan.
Dua hari sudah bik Umi menjaga Rani. Tiba-tiba saja ada hal yang tak terduga terjadi. Rani bertemu dengan seorang wanita yang tergeletak lemah di depan rumahnya. Rani yang merasa kasihan segera menolong wanita itu dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Rani memberinya sepiring nasi beserta lauknya dan segelas air putih. Dengan lahap wanita itu makan. Rani hanya bisa menatap wanita itu dengan perasaan iba, seolah-olah ia membayangkan nasib ibunya yang sampai saat ini belum ia temukan. Ia takut kalau-kalau nasib ibunya sama dengan wanita itu. Setelah wanita itu selesai makan, Rani pun bertanya kepadanya,
“Maaf bu…ibu dari mana? dan siapa nama ibu?” tanya Rani lembut
“Nama saya Sumi nak,dan saya dari kampung” jawab wanita itu.
“Terus kenapa ibu bisa seperti ini?’
“Saya diusir oleh majikan saya karena saya tidak mau dinikahi”
“Aduh ibu kasihan sekali, bagaimana kalau ibu jadi pembantu disini?”
“Te…te..rima kasih ya non, ibu senang sekali..”
“Ya sama-sama bu…ibu tunggu disini dulu ya..”
“Ya non”
Rani pun pergi ke kamarnya. Tiba-tiba saja bik Umi datang dan betapa terkejutnya bik Umi ketika ia melihat Sumi. Seakan-akan ia tidak percaya, namun yang dilihatnya memang benar-benar Sumi. Bik Umi pun langsung memeluk erat Sumi.
“Sumi…?”
“Bik Umi?”
“Kamu kemana aja nak? Bibik dan suamimu sudah lelah mencarimu, tapi kamu malah menghilang entah kemana”
“Aku diusir Bik.. dan tak tahu harus kemana…tapi untunglah aku bertemu dengan gadis yang sangat baik”
“Kamu sudah ketemu dengan Rani”
“Rani??”
“Ya.. gadis yang menolong kamu itu Rani, Rani anakmu…”
Sumi pun sempat tak percaya kalau gadis itu adalah anaknya, yang telah ditinggalkannya selama delapan belas tahun. Namun Sumi tak ingin anaknya sampai tahu kalau ia adalah ibu yang telah melahirkannya. Untuk itu ia meminta pada bik Umi untuk tidak menceritakannya pada Rani. Awalnya bik Umi menolak tapi Sumi terus memaksa. Akhirnya bik Umi pun mengabulkan permintaannya.. Ketika bik Umi sedang berbicara serius dengan Sumi tiba-tiba saja dari tangga atas muncullah Rani.
“Loh nenek sudah ketemu dengan bu Sumi?
“Ya..”
“Emmm….Nek..Rani boleh nggak bu Sumi jadi pembantu disini?”
“Terserah kamu, kalau nenek sih setuju-setuju aja”
“Hore…nenek baik deh..”
Rani pun segera mengajak Sumi ke kamar belakang.
“Nah disini kamar bu Sumi ya..semoga bu Sumi betah tinggal di rumahku..”
“Ya non, bu Sumi pasti betah tinggal disini, apalagi ada non yang baik, cantik dan dermawan”
“Ah…bu Sumi ini bisa aja… ya udah aku ke kamar dulu ya..”
Rani pun meninggalkan Sumi di kamarnya, tapi tiba-tiba Rani jatuh pingsan.
“Raniiii….” teriak Sumi
Tanpa pikir panjang Sumi pun langsung berlari kearah Rani dan langsung memeluknya. Bik Umi yang sedang berada di dapur terkejut bukan main mendengar teriakan Sumi dan langsung menghampiri mereka.
“Ada apa ini?”
“Tolong bik… Rani pingsan”
“Apa? pingsan? ya sudah kita bawa dia ke kamar “
Setelah mereka berdua membawa Rani ke kamar bik Umi langsung menelepon dokter. Dan Sumi tak henti hentinya memeluk dan berdoa untuk Rani. Akhirnya dokter pun datang dan langsung memeriksa Rani.
“Bagaimana keadaan Rani dok? “ tanya Sumi gugup
“Sepertinya Rani harus dibawa ke rumah sakit, karena kondisinya sangat lemah”
“Apa? memangnya dia sakit apa dok?”
“Dia sakit kanker otak bu..”
Sumi tidak percaya dengan perkataan dokter dan ia pun syok. Sumi pun merasa sangat bersalah dan terus-menerus menyalahkan dirinya, tapi bik Umi terus berusaha menenangkannya dan berkata bahwa ini adalah takdir dari Allah. Tak lama kemudian Rani pun sadar dan menyebut nyebut ibunya.
“Ibu…ibu…. Rani kangen sama ibu…”
Sumi pun langsung memeluk Rani dengan penuh kasih sayang. Dalam hati Sumi berkata: “ini ibu sayang…ini ibu…”. Akhirnya Rani pun membuka matanya. Dan betapa kagetnya ia melihat bu Sumi sedang memeluknya.
“Bu…”
“Ah …non sudah sadar”
“Bu… Rani kangen sama ibu Rani…, Rani pengen sekali ketemu ibu.., impian Rani hanya ingin ketemu ibu.. Dimana ya ibu Rani??”
“Ya sudah non istirahat dulu ya…ibu non pasti akan kembali dan ada di dekat non Rani”
“Kenapa Bu Sumi yakin?”
“ Ya , ibu non Rani pasti bisa merasakan apa yang non rasakan…”
Meski Sumi ingin sekali memanggil Rani dengan sebutan sayang, namun Sumi tak ingin Rani sampai tahu kalau ia adalah ibunya..
Delapan bulan sudah Sumi bekerja sebagai pembantu di rumah Rani, tapi Rani belum tahu juga kalau Sumi adalah ibunya. Hingga pada suatu hari Rani mendengar percakapan antara bik Umi dan Sumi. Betapa kagetnya ia ketika tahu kalau Sumi adalah ibu kandung yang dicarinya selama ini. Namun Rani tak ingin tergesa-gesa untuk memaksa ibunya agar mau mengakuinya sebagai anak. Hingga Rani berencana akan merayakan ulang tahunnya yang ke 19 dan saat itu juga dia akan mengatakan bahwa ia telah mengetahui semua rahasia yang selama ini disembunyikan antara bik Umi dan Sumi.
Waktu terus berjalan akhirnya datanglah hari yang telah ditunggu-tunggu Rani. Rani pun bersiap-siap dengan rencananya. Ketika Rani sedang bersiap-siap di dalam kamarnya, tiba-tiba Sumi datang dan menawarkan diri untuk membantu Rani menghias dirinya. Namun tiba-tiba Rani menyinggung ibunya dan seolah-olah Sumi merasa kalau Rani telah mengetahui rahasia yang selama ini dia pendam.
“Bu Sumi..enak ya kalau ulang tahun ada ibuku dan ayahku”
“Maksud non apa? Bu Sumi nggak ngerti..”
“Ya udahlah kalau bu Sumi nggak ngerti…”
“E.. ya sudah non, bu Sumi keluar dulu ya, masih banyak yang harus dikerjakan”
Sumi pun pergi meninggalkan Rani sendirian di dalam kamar. Rani berbicara sendiri: “Ya Tuhan kenapa ibu belum juga merasa kalau Rani sudah tahu semuanya?, kenapa ya Tuhan?”. Setelah selesai Rani berguman,tiba-tiba kepalanya kembali pusing, namun Rani berusaha menahannya. Di ruang tamu semua sahabatnya telah menunggu kedatangannya. Perlahan Rani turun dari lantai atas., dia seakan tak memperdulikan dirinya yang semakin lemah. Senyum bahagia menghiasi bibirnya. Waktu terus berjalan dan sampailah pada acara tiup lilin, tapi tiba-tiba dari arah pintu depan ada seseorang yang memanggil-manggil nama Rani.
“Rani…Rani.. ayah pulang sayang…”
Betapa terkejutnya Rani ketika melihat ayahnya datang. Rani pun segera berlari dan memeluk Pras. Sumi yang berada di antara para tamu tak bisa berkutik. Dia hanya bisa melihat anak dan suaminya saling berpelukan rindu. Tetapi alangkah kagetnya Prasetyo ketika melihat istrinya yang telah lama menghilang ada di dekatnya. Rasa tak percaya dan bahagia hadir dalam dirinya.
“Sumi…” panggil Prasetyo
Namun Sumi tak menggubrisnya dan langsung berlari ke belakang. Rani pun mengejarnya, namun dengan kondisi yang lemah ia tak sanggup mengejar ibunya. Akhirnya Rani pun terjatuh dan memanggil Sumi dengan sebutan “Ibu…Ibu..”
Sumi langsung menghentikan langkahnya dan menengok kearah Rani. Dan betapa kagetnya ketika ia melihat Rani terjatuh lemah tak berdaya. Sumi segera menghampiri Rani disusul dengan Prasetyo dan bik Umi.
“Sayang…,Rani nggak apa-apa kan?” tanya Sumi sedih
“Ibu.. Rani sudah nggak kuat, Rani akan segera pergi..”
“Jangan sayang.., Rani jangan pergi, ibu sayang Rani..”
“Ibu ..Rani ingin ibu tahu kalau Rani sejak dulu punya impian untuk ketemu sama ibu. Dan Rani mengejar impian itu sejak kecil bu… Rani senang sekali karena impiannya itu sekarang sudah terwujud”
“Ya sayang ini ibu…. Ibu Rani…”
“Ibuu.. Rani minta maaf kalau selama ini Rani punya banyak salah sama ibu..”
“Rani nggak punya salah apa-apa kok sama ibu.”
Keadaan pun menjadi tegang.
“Ayah..ibu…Rani ingin di saat-saat terakhir ini kalian berkumpul
“Rani jangan bilang begitu sayang.. kamu akan baik-baik saja ya..”
Rani tak menjawab, tiba-tiba matanya terpejam, bibirnya tersenyum, dan badannya menjadi dingin. Sumi pun terkejut dan ia memanggil-manggil nama Rani, tapi Rani tetap membisu. Dia sudah kembali kepada Yang Maha Kuasa.
Keesokan harinya Rani pun dimakamkan dan kedua orang tua Rani berjanji tidak akan berpisah lagi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Pesan Mendikbud Nadiem Makarim

Pengumuman

Pengumuman Kelulusan Siswa Kelas XII Tahun Pelajaran 2021/2022

Penerimaan Siswa Baru Tahun Ajaran 2022/2023

Kerjasama dengan IDUKA (industri dunia kerja)